Catatan Kenangan Beny Uleander

Archive for the ‘KEGIATAN PJI BALI’ Category

PENGUMUMAN

Kepada seluruh anggota PJI Bali, diumumkan bahwa acara worshop perbankan yang rencananya digelar di Bali, 31 Mei – 1 Juni 2008 diundur. Sampai saat ini belum ada kabar dari PP PJI waktu pelaksanaannya. Jika sudah ada kabar, akan diinformasikan lagi.

Semua anggota PJI Bali dimohon untuk membuka email/account google agar bisa bergabung dalam milis pjibali, sekaligus diundang menjadi penulis weblog pjibali. Terimakasih.

Sekretaris PJI Bali

I Putu Suyatra

Setelah lama menanti, akhirnya PJI Bali dapat memiliki kantor sekretariat baru yang terletak di Jalan Seroja 33, Denpasar. Peresmian Sekretariat Pengurus Daerah Perhimpunan Jurnalis Indonesia (Pengda PJI) Bali ini dilakukan dalam ritual agama Hindu yaitu upacara melaspas, Senin pagi (19/5).

Acara peresmian itu dihadiri anggota PJI Bali, beberapa utusan media dari Bali Post, Radar Bali, Koran Pak Oles, RRI, Antara, Radar Bali, Fajar Bali, Media Indonesia, Tabloid Montorku, Patroli, dan organisasi wartawan di Bali di antaranya PWI Bali dan AJI Denpasar.

Dalam sambutannya, Ketua PJI Bali Justin M Herman berharap kehadiran kantor baru dapat diketahui semua anggota PJI Bali dan rekan-rekan wartawan lainnya. Ke depan, sektretariat tersebut dapat menjadi tempat diskusi dan pertemuan anggota PJI Bali.

Ketua panita peresmian AA Prabangsa mengatakan kantor sekretariat terdiri dari tiga ruangan, satu ruang tamu/pertemuan, dapur dan 2 MCK. Selain itu, halamannya cukup luas sehingga bisa menampung banyak tamu yang datang bila PJI Bali menggelar even tertentu. Sementara halaman samping kantor bisa dipakai anggota PJI Bali yang ingin memamerkan hasil usaha mereka seperti tanaman hias.

Sementara Sekretaris PJI Bali Putu Suyatra menambahkan kelengkapan dan sarana dalam ruangan sekretariat disumbang secara sukarela oleh anggota PJI Bali. Seperti perlengkapan komputer dan internet, telepon dan mesin faks,almari, kursi dan meja.

OLEH: BENY ULEANDER
Dalam kiprah awalnya, bank hadir sebagai pengelola dana masyarakat. Inilah salah satu fungsi bank sebagai pilar penggerak ekonomi negara. Bisakah kita bayangkan kehidupan modern tanpa bank? Suatu hal yang amat mustahil! Kehadiran bank sebagai penggerak sektor riil dan barometer pertumbuhan ekonomi makro tak terbantahkan. Bank memang sebuah lembaga keuangan yang dibangun di atas kepercayaan pasar karena itu industri perbankan yang penuh resiko ini harus terus diproteksi dengan berbagai peraturan yang didesain Bank Indonesia selaku bank sentral. Hal ini disampaikan sebagai pemahaman dasar perbankan bagi para jurnalis yang disampaikan Rudjito Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Workshop Perbankan bertajuk “Inflation Target Framework”, Minggu (30/3), di Hotel Nikki Denpasar.
Perbankan yang sehat didukung oleh tiga pilar utama, yaitu pengawasan, internal governance, dan disiplin pasar. Salah satu “virus” yang perlu diwaspadai bank di daerah terpencil adalah meningkatnya aksi pencucian uang (money laundering) yang belakangan ini terus meningkat. Mantan Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia ini melihat pelaku kejahatan jeli memanfaatkan bank-bank di daerah terpencil, terutama BRI unit sebagai tempat menyimpan uang haram. Langkah pencegahan dan antisipasi bisa ditempuh saat melakukan audit internal dan kontrol setiap hari atas setiap transaksi keuangan. Karena kegiatan transaksi keuangan di daerah “jauh” dari analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Prinsipnya setiap manajemen bank harus mengacu pada protap (prosedur tetap) berupa audit internal atau investigasi internal, sarannya, bila ada indikasi pencucian uang.
Rudjito berharap peran jurnalis adalah meramu berita yang bernilai edukasi bagi masyarakat, memberikan kontrol sosial yang mengarah kepada transparansi dan tentu saja disertai kritik yang membangun. “Kritik yang membangun saya sarankan untuk diteruskan dilanjutkan. Yang penting ada peran akuntabilitas yang tercipta,” ungkapnya.
Menyinggung lembaga yang menghimpun dana masyarakat tanpa diketahui departemen keuangan atau Bank Indonesia, Rudjito berharap masyarakat berhati-hati memilih bank dalam menyimpan uang. Ini terkait dengan eksistensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berupaya menjamin keamanan uang nasabah sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.
Sebab LPS menjamin aktivitas bank yang memperoleh isin dari BI dan departemen keuangan. Eksistensi LPS sendiri dikuatkan dengan UU No 24 Tahun 2004 yang berlaku efektif 22 September 2005 yang menjamin keamanan simpanan nasabah di bawah Rp 100 juta. “Karena itu masyarakat harus hati-hati pilih bank agar uangnya bisa selamat,” ujarnya.
Terkait kucuran dana kredit perbankan untuk usaha mikro yang terkesan sulit, menurut Rudjito sebagai hal yang wajar. Sebab sebagai lembaga pengelola dana masyarakat, bank tidak bisa melayani semua calon kreditor. Semuanya kembali tergantung pada perputaran uang.

Biarkan Harga Beras Naik
Oleh: Wayan Nita

Masyarakat kecil adalah korban dari kenaikan harga yang terus merangkak. Tak hanya itu, petani sebagai penyuplai hasil pertanian juga terpuruk. Betapa tidak, harga sembako terus naik, tapi kesejahteraan petani tidak ikut naik. Banyak permasalahan yang membelenggu mereka. Kelangkaan pupuk dan bibit tanaman pertanian juga spekulasi harga dari tengkulak membuat petani tak berkutik.
Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan moneter tidak bisa mempengaruhi inflasi. Sedangkan inflasi terjadi tidak hanya di sektor pangan saja, tetapi hampir di semua sektor. Harga barang menjulang tinggi tanpa bisa dikendalikan lagi. Inflasi saat ini terjadi, menurut Dr Iman Sugema Senior Economist, International Center for Applied Finance and Economics (Inter-CAFE), Institut Pertanian Bogor, karena adanya pengaruh resesi yang kini menimpa perekonomian Amerika Serikat. Negara kecil seperti Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh itu. Jika Amerika Serikat mengalami masalah kenaikan harga barang di semua sektor, maka Indonesia juga akan merasakan dampaknya.
Misalnya harga beras yang melambung tinggi akhir-akhir ini sangat melukai masyarakat. Tapi jika kita terus menerus mengupayakan harga beras turun, maka pertanian Indonesia yang akan terpuruk. Pemerintah pusat, menurut Iman Sugema, di sela-sela workshop perbankan yang diselenggarakan Perhimpunan Jurnalis (PJI) Bali, pemerintah harus segera memilih.
Pertama, melakukan stabilitas harga dengan menurunkan harga beras lokal lebih rendah. Tapi konsekuensinya, lanjut Iman Sugema, implikasi petani tidak punya insentif. Agar harga beras di tingkat petani meningkat, maka bulog harus sebanyak-banyaknya menyerap beras dari petani. Selama ini, bulog tidak punya akses langsung dengan petani. Sehingga pihak swasta yang akan lebih diuntungkan. Kedua, paparnya, dengan membiarkan harga beras tinggi agar petani lebih bergairah dalam memproduksi beras. “Sehingga bila produksi beras melimpah, maka perlahan harga beras akan turun. Dan kesejahteraan petani dan masyarakat terpenuhi,” ungkapnya.

OLEH: HENI KURNIAWATI

Kata inflasi masih dipahami sebatas definisi kenaikan harga barang dan turunnya nilai mata uang. Inflasi yang meningkat tajam tanpa terkendali akan menimbulkan kebangkrutan ekonomi. Karena itu, untuk mencapai level inflasi yang ideal dibutuhkan berbagai perangkat kebijakan, termasuk di antaranya kerangka kerja target inflasi oleh Bank Indonesia. Sementara pers diharapkan untuk memberitakan perkembangan ekonomi tanpa mengeksploitasi berbagai ekspektasi pasar yang berlebihan. Hal ini dikemukakan Redaktur Bisnis Indonesia Dr Rofikoh Rokhim,Ph.D saat mengupas cara mencari angle dalam penulisan berita ekonomi dan keuangan dalam acara workshop perbankan untuk jurnalis di Hotel Nikki Denpasar, Sabtu (29/3).
Menurut anggota Dewan Kehormatan Kode Etik Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) itu, pertumbuhan inflasi suatu negara tidak terlepas dari berbagai ekspektasi pasar. Karena itu, tugas seorang wartawan dalam melaporkan berita ekonomi dan bisnis harus dimulai dengan pemahaman dasar pilar-pilar ekonomi, analisa inflasi versi perbankan dan pusat data statistik serta mampu mengkaji kebijakan strategis perbankan.
Belajar dari pengalamannya, Rofikoh Rokhim melihat berita ekonomi sering tidak dipahami para wartawan karena amat kering dan berkutat dengan analisa data. Tak heran kala menulis berita ekonomi seorang wartawan cendrung memindahkan data yang sudah tersaji di press release tanpa melakukan analisa pasar atau langkah-langkah perbandingan. Padahal berita ekonomi itu amat menarik bila ditekuni wartawan. Banyak hal dapat diangkat dari berita ekonomi untuk membantu dan memberi pencerahan masyarakat tentang kondisi perekonomian terkini
Penulisan berita ekonomi kerap dianggap sulit dan dihindari hampir setiap wartawan, karena data yang diterimanya berupa angka dan istilah ekonomi berbahasa asing. “Wartawan kurang berminat di sektor berita ekonomi. Banyak wartawan yang takut menulis berita ini karena istilah asing dan angka. Kuncinya, jangan tertipu istilah asing yang sering digunakan para petinggi ekonomi kita,” ujarnya.
Rofikoh memberikan tips bagi wartawan dalam menanggapi isu-isu ekonomi di tingkat pusat. Berita ekonomi tersebut harus diaplikasikan dengan kondisi lokal dan wartawan harus bisa melihat efeknya apakah mempengaruhi banyak orang dan tentu saja disertai dengan solusi. Rupanya ketidaksukaan wartawan menggarap berita ekonomi dan bisnis berangkat dari ketidakmengertian wartawan atas sebuah topik ekonomi. Hal ini terlihat dari sikap antusias para wartawan yang memberondong Rofiki dengan banyak pertanyaan. Tentu saja workshop tersebut disambut hangat kalangan jurnalis di Bali yang sudah jauh dari kegiatan penyegaran dan peningkatan kualitas diri di bidang liputan.

Ajakan Punggawa Pers Leo Batubara
OLEH: BENY ULEANDER
Dunia pers sebuah bidang pergulatan sosial dan intelektual yang penuh dinamika. Bidang profesi yang tak pernah punah dimakan pergeseran tren sejarah. Pers terus bertumbuh dan berkembang dengan kecepatan, percepatan (velocity) dan kecenderungan yang harus terus dipelajari. Itulah sebabnya, kehidupan pers amat menarik untuk dibahas teorinya, dibedah alur praksisnya, dikaji aplikasi teknologinya dan ditelisik daya dobraknya dalam tatanan demokrasi. Dan, pergulatan identitas pers di tengah masyarakat begitu enak dibahas seorang “punggawa pers” Drs Sabam Leo Batubara dengan suara meledak-ledak sejak sapaan awal hingga kata penutup. Memang itulah gaya orasi yang perlu generasi muda pelajari dari orang-orang tua kita yang sempat mengenyam pendidikan ala gymnasium latin warisan Belanda.
Di usia uzurnya, ketajaman refleksi pria kelahiran Seribudolok, Sumatera Utara, 26 Agustus 1939, patut diacungi jempol. Percaturan pers Indonesia dalam lintas sejarah bangsa ini tak pernah luput dari perhatiannya. Termasuk heboh pemberitaan pers menyorot aib “seputar selangkangan” itu. Pers memang menjadi media informasi yang ditunggu khalayak ketika skandal “Monicagate” menerpa ruang oval Gedung Putih. Mata dunia pun tertuju kepada sosok Bil Clinton, pemimpin negara “superpower” kala itu yang menjalin hubungan tak patut dengan Monica Samille Lewinsky (lahir 23 Juli 1973). Ya staf gedung putih bertubuh sintal keturunan imigran Yahudi Jerman itu mendadak menjadi selebritis dunia. Pengakuannya telah melakukan adegan “oral seks” dengan Bil Clinton pada Januari 1996 mendorong senat mengajukan pemecatan terhadap Clinton. Nah, menarik untuk membahas titik bidik pers Amerika.
Menurut Leo Batubara, pers Amerika saat itu menyorot reaksi Hillary Rodham Clinton. Ketika Hillary memaafkan perbuatan tercela suaminya, pers menempatkan Hilary sebagai wanita perkasa yang tetap berjuang mempertahankan perkawinannya. Bahkan, lanjut Leo, pers pun mulai menokoh Hillary sebagai sosok pemimpin masa depan negeri Paman Sam itu.
Ternyata pengalaman politisi bule itu terulang di Indonesia. Politisi partai ternama Yahya Zaini terjungkal dari Senayan setelah rekaman persebadanannya dengan penyanyi dangdut Maria Eva terekspos ke publik akhir November 2006. Menarik untuk menyimak titik pandang pers Indonesia. Saat itu Maria Eva menjadi selebritis dadakan yang disorot pers. Stasiun-stasiun televisi berlomba-lomba menghadirkan Maria Eva sebagai bintang tamu. “Tapi pers kita lupa pada (Ny Sharmila) isteri Yahya Zaini yang telah memaafkan suaminya. Ini beda pers kita dengan pers Amerika,” ujar Batubara.
Itulah ciri ketidakdewasaan pers yang menempatkan tinggi pelaku aib, sementara nasib mereka yang dirugikan tidak terdengar. Padahal isteri Yahya Zaini telah menunjukan komitmen dan kesetiaan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Apa yang dilakukan Sharmila sama dengan langkah bijak Hillary. Sayang, perlakuan dan nasib mereka berbeda di ujung pena wartawan. Memang lanjut Batubara, hal ini tidak lepas dari karakter orang Indonesia yang memiliki ingatan yang pendek.
Karena itu, dalam Workshop Perbankan Angkatan VII Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Bali bertopik “Inflation Target Framework”, (29-31/3) di Hotel Nikki Denpasar, Leo Batubara berharap awak pers menjunjung tinggi etika profesi jurnalistik dengan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. Pers berlaku sadis (kejam dan tidak mengenal belas kasihan) jika tidak membela hak-hak mereka yang menjadi korban dari peristiwa tertentu. Dan, ada kecenderungan pers terserap dalam “jurus cabul’ dengan mengeksploitasi berita skandal seks yang melanggar pasal 4 kode etik jurnalistik. Itulah gaya Leo Batubara menyandingkan titik beda bidikan pers atas sebuah peristiwa sosial. Jadi kita tahu, sejauh mana kematangan, kejelian dan cita rasa berita pers Indonesia.

PJI Bali Dikukuhkan

Oleh: Heni Kurniawati

Usianya memang baru tiga tahun. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) lahir pada 15 Januari 2005. Berkembang di 26 provinsi termasuk Bali. Pelantikan pengurus daerah PJI Bali bertepatan dengan Wokshop Perbankan untuk Jurnalis di Hotel Nikki, Denpasar, Bali (29-30/3).

Kepengurusan PJI Bali dilantik oleh Ketua PJI Pusat Ismet Hasan Putro. General Manajer HU Radar Bali, Justin Maurits Herman duduk sebagai ketua, Albert Kin Ose Moruk pemimpin redaksi Koran Pak Oles dan Tabloid Otomotif Montorku menjabat wakil ketua. Sekretaris dipercayakan kepada Putu Suyatra (Radar Bali) dan Beny Uleander (Koran Pak Oles). Sedangkan bendahara di pundak Putu Desak Dewi.

Meski terbilang baru sebagai organisasi pers di tanah air tetapi sepak terjangnya dalam meningkatkan kreatifitas dan kredibilitas serta kompetensi jurnalis Indonesia patut diacungi jempol. PJI berorientasi membuka kesadaran jurnalis untuk menempa diri menjadikan pekerja pers sebagai pekerja profesionalisme. Selain pelatihan di bidang pers, juga anggota dibekali dengan kesadaran manajemen dan finansial.

“PJI terbentuk karena berkomitmen untuk meningkatkan kompetensi, kredibilitas, kualitas wartawan pada umumya dan khususnya anggota. Melalui pelatihan–pelatihan perbankan, ekonomi dan bisnis menjadi salah satu misi PJI memajukan jurnalis Indonesia. Harapan agar jurnalis tidak hanya copy paste data mentah dari narasumber sebagai bahan tulisan tetapi agar jurnalis mengelola dan mengembangkan data lapangan ke dalam berita,” tegas Ismed Hasan Putro.

Terkait kegiatan workshop perbankan pertama di Bali, menurut Ismed Hasan Putro, merupakan ajang strategis meningkatkan ilmu wartawan agar dalam penulisan berita ekonomi dan memiliki banyak referensi. “Melalui workshop pertama di Bali ini, saya berharap jurnalis lebih profesional dan berkompeten. Sebab PJI merupakan rumah bagi jurnalis untuk kompetensi dan kesejahteraan anggotanya dengan mengajarkan untuk berwirausaha. Selain itu agar jurnalis memiliki semangat menambah wawasan dan meningkatkan ilmu agar tidak macet. Khususnya berita ekonomi yang hampir sebagian wartawan tidak menyukai,” katanya.

Workshop akan terus digulirkan 6 bulan ke depan demi kemajuan wartawan Indonesia dan Bali khususnya. Berbagai pembicara berkompeten di bidangnya pun berbagi ilmu. Pembicara dalam workshop perdana ini di antaranya Dr. Imam Sugema yang berbicara tentang kebijakan stabilitas harga sebagai penggerak sector riil di daerah, untuk kode etik jurnalis menghadirkan Drs. S Leo Batubara Wakil Ketua Dewan Pers, Dr. Rofikoh Rokhim,Ph.D seorang ekonom Bisnis Indonesia berbicara mengenai mencari angle dalam penulisan berita ekonomi dan keuangan. Cahya Gunawan, asisten redaktur ekonomi HU Kompas berbagi ilmu tentang teknik penulisan berita ekonomi dan keuangan berdasarkan pengalaman dan pergulatannya di HU Kompas. ”PJI memang ingin membuka wawasan tentang menariknya berita ekonomi bisnis dan inflasi bank. Selama ini berita ekonomi kerap dianggap tidak menarik oleh wartawan,” jelasnya.

Dr. Rofikoh Rokhim,Ph.D menambahkan tentang menariknya berita ekonomi bisnis. Banyak hal dapat diangkat dari berita ekonomi untuk membantu dan memberi pencerahan masyarakat tentang perekonomian. Penulisan berita ekonomi kerap dianggap sulit oleh hampir setiap jurnalis, karena data yang diterima wartawan berupa angka dan istilah ekonomi berbahasa asing. “Wartawan kurang berminat di sektor berita ekonomi. Banyak wartawan yang takut menulis berita ini karena istilah asing dan angka. Kuncinya, jangan tertipu istilah asing yang sering digunakan para petinggi ekonomi kita. Selain itu, agar menarik berita yang diperoleh dari pusat harus diaplikasikan dengan kondisi lokal dan topik harus mempengaruhi banyak orang atau efek satu kebijakan berimbas pada masyarakat luas disertai solusinya,” ungkapnya.


Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Klik tertinggi

  • Tidak ada

Blog Stats

  • 90.569 hits

WITA

obj=new Object;obj.clockfile="8009-red.swf";obj.TimeZone="Indonesia_Denpasar";obj.width=150;obj.height=150;obj.wmode="transparent";showClock(obj);