Catatan Kenangan Beny Uleander

Archive for Oktober 25th, 2005

Perkembangan Perbankan Di Bali

Kredit yang dikucurkan bank umum di Bali sampai Juni 2005 mencapai 8.726 milyar sedangkan kredit UMKM mencapai 7.597 .Secara kelembagaan bank umum di Bali mengalami peningkatan jumlah dari 38 bank pada Maret 2005 menjadi 39 bank pada posisi Juni 2005 yaitu penambahan Bank Commonwealth yang berkantor pusat di Australia. Sedangkan kantor bank umum sampai Juni 2005 mencapai 313 kantor dengan rincian tiga kantor pusat, 72 kantor cabang, 156 kantor cabang pembantu dan 82 kantor kas. Peningkatan kantor bank diikuti dengan peningkatan jumlah ATM dari 329 ATM pada Januari 2005 menjadi 349 pada Juni 2005. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan ATM di Kota Denpasar sebanyak 17 ATM. Dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) yang terhimpun sampai Juni 2005 mencapai Rp 16.065 milyar atau meningkat 4,95% sejak Maret 2005. Dengan perincian tabungan sebesar 44,05% diikuti deposito sebesar 31,84%.

Berdsarkan golongan pemilik berasal dari pemda sebesar 9,01%, diikuti badan/lembaga pemerintah sebesar 25%, pemerintah pusat sebesar 67,03%, peeroorangan sebesar 4,73%, perusahaan swasta sebesar 8,82%, perusahan asuransi 20,15% dan koperasi 3,45%.

Besarnya DPK yang dihimpun bank umum konvensional di Bali pada skala Rp 5 miliar – Rp 500 miliar. Ini berarti sebagian besar bank umum di Bali merupakan bank-bank kecil karena hanya mampu menghimpun dana di bawah Rp 500 miliar sebesar 75%, sedangkan yang mampu menghimpun dana di atas Rp 500 miliar hanya sebesar 25% saja. Kondisi ini tidak terlepas dari dominasi simpanan masyarakat pada bank umum di Bali yang didominasi perorangan sebesar 74,34%.

Sementara kredit yang disalurkan bank umum sampai April – Juni 2005 mencapai Rp 8.726 miliar atau meningkat 7,79% disbanding Jamuari – Maret 2005. Pertumbuhankredit diikuti dengan perbaikan kualitas kredit yang tercermin dari NPL (non performing loan) gross dari 2,10% menjadi 3,20%. Kredit modal kerja mencapai 3.512, untuk investasi 1.440 dan konsumsi 3.774 miliar.

Komitmen perbankan untuk membantu pelaku usaha terlihat meningkat. Ini tercermin pada peningkatan plafond kredit perbankan pada Juni 2005 sebesar 10.021 miliar, 87,07% telah disalurkan perbankan sehingga total kredit yang belum ditarik pada triwulan II 2005 sebesar 15,44%. Ini barometer berjalannya fungsi intermediasi perbankan dan menunjukkan komitmen yang kuat baik dari pelaku usaha maupun perbankan untuk merealisasi dana menganggur tersebut. Sebagian besar bank umum di Bali hanya mampu mengucurkan kredit di bawah 50 Miliar . Sedangkan hanya empat bank yang mampu menyalurkan kreditnya di atas Rp 500 miliar. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Perkembangan Bank Umum Di Bali

Data Bank Indonesia Denpasar menunjukkan, perkembangan BPR di Bali hingga Juni 2005 cukup menggembirakan. Kredit yang dikucurkan mencapai Rp 8.726 milar atau meningkat sebesar 7,79% dibanding triwulan sebelumnya (posisi Maret).

Dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun bulan Juni 2005 mencapai Rp 16.065 milyar atau meningkat 4,95 persen dibanding posisi Maret 2005. Peningkatan ini berasal dari deposito sebesar 31,84 persen (rp 5.114 miliar), giro sebesar 24,12 persen (Rp 3.875 miliar) dan komponen tabungan sebesar 44,05 persen (Rp 7.076 miliar).

Berdasarkan golongan pemilik berasal dari pemda sebesar 9,01%, diikuti badan/lembaga pemerintah sebesar 25%, pemerintah pusat sebesar 67,03%, perorangan sebesar 4,73%, perusahaan swasta sebesar 8,82%, perusahan asuransi 20,15% dan koperasi 3,45%.

Besarnya DPK yang dihimpun bank umum konvensional di Bali pada skala Rp 5 miliar – Rp 500 miliar. Ini berarti sebagian besar bank umum di Bali merupakan bank-bank kecil karena hanya mampu menghimpun dana di bawah Rp 500 miliar sebesar 75%, sedangkan yang mampu menghimpun dana di atas Rp 500 miliar hanya sebesar 25% saja. Kondisi ini tidak terlepas dari dominasi simpanan masyarakat pada bank umum di Bali yang didominasi perorangan sebesar 74,34%. Peningkatan tersebut mendorong peningkatan Loan deposit ratio (LDR) bank umum di Bali dari 52,88% menjadi 54,32%.

Pertumbuhan kredit diikuti dengan perbaikan kualitas kredit yang tercermin dari NPL (non performing loan) gross dari 2,10% menjadi 3,20%. Kredit modal kerja mencapai 3.512, untuk investasi 1.440 dan konsumsi 3.774 miliar.

Komitmen perbankan untuk membantu pelaku usaha terlihat meningkat. Ini tercermin pada peningkatan plafond kredit perbankan pada Juni 2005 sebesar 10.021 miliar, 87,07% telah disalurkan perbankan sehingga total kredit yang belum ditarik pada triwulan II 2005 sebesar 15,44%. Ini barometer berjalannya fungsi intermediasi perbankan dan menunjukkan komitmen yang kuat baik dari pelaku usaha maupun perbankan untuk merealisasi dana menganggur tersebut. Sebagian besar bank umum di Bali hanya mampu mengucurkan kredit di bawah 50 Miliar . Sedangkan hanya empat bank yang mampu menyalurkan kreditnya di atas Rp 500 miliar.

Secara kelembagaan, bank umum di Bali mengalami peningkatan jumlah dari 38 bank pada Maret 2005 menjadi 39 bank pada posisi Juni 2005 yaitu penambahan Bank Commonwealth yang berkantor pusat di Australia. Sedangkan kantor bank umum sampai Juni 2005 mencapai 313 kantor dengan rincian tiga kantor pusat, 72 kantor cabang, 156 kantor cabang pembantu dan 82 kantor kas. Peningkatan kantor bank diikuti dengan peningkatan jumlah ATM dari 329 ATM pada Januari 2005 menjadi 349 pada Juni 2005. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan ATM di Kota Denpasar sebanyak 17 ATM. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Ketika krisis ekonomi merebak tahun 1997 silam, sektor UKM (usaha kecil menengah), koperasi dan usaha mikro tampil sebagai penyangga perekonomian negara. Meski skala usahanya kecil tetapi jumlahnya yang besar menyebabkan multiflier efec-nya kepada masyarakat begitu signifikan. Namun kesulitan modal usaha menjadi keluhan klasik pelaku UKM. Selain akses yang sulit ke dunia perbankan karena minim informasi, secara umum kelemahan UKM berhubungan dengan bank terletak pada izin usaha, laporan keuangan, proposal kredit dan jaminan.

Menyiasati kendala tersebut, Kantor Bank Indonesia mendukung upaya pengucuran dana kredit bagi para pelaku usaha UKM dengan membentuk Satuan Tugas Pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Diharapkan KKMB menjadi jembatan antara pengusaha mikro dan kecil dengan perbankan sebagai upaya untuk mendorong perbankan dalam pemberdayaan penduduk miskin produktif. KKMB diisi oleh para konsultan/pendamping yang ada di departemen teknis, swasta, lembaga pengembangan swadaya masyarakat dan lembaga penelitian.

Kini kabar gembira bagi KKMB Bali yang mendambakan dukungan dana operasional dari pemerintah daerah bakal terwujud. Menurut, Staf Humas KBI Denpasar, Allan Hudaya, Pemda Bali akan menggulirkan dana APBD Rp 107 juta untuk biaya sosialiasi KKMB di kabupaten/kota se-Bali tahun 2005. Demikian ungkap Allan Hudaya dalam temu dialogis BI Denpasar dengan wartawan ekonomi se-Bali, Sabtu (1/10) lalu, di Hotel Candi Beach Cottage, Candidasa, Karangasem.

Sejak dibentuk beberapa waktu lalu, KKMB Bali sebenarnya telah mendapat pelatihan, bahkan lembaga ini telah melakukan tugasnya sebagai mitra pendamping usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan perbankan. Hanya sayangnya, sejauh ini belum ada laporan atau data resmi berapa UKM binaan yang sudah mendapat bantuan kredit. UKM Yang enggan melapor tentu saja akan sulit mengurus sertifikasi dan akriditasi usahanya.

Berdasarkan laporan Kantor Bank Indonesia (KBI) Denpasar, kucuran kredit UKM di Bali cukup tinggi. Ekspansi ini dibarengi dengan peningkatan kualitas kreditnya. Artinya, kredit yang digunakan untuk modal kerja jumlahnya lebih banyak dibandingkan kredit untuk konsumsi.

KKMB Bali dalam kiprahnya menjunjung profesionalisme menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan mikro (LKM), seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan dana operasional KKMB Bali dalam menjalankan tugas mediasi, menurut Agra didapat dari fee yang diterima dari debitur. Fee yang kecil menurut Agra wajar saja mengingat lembaga ini bergerak pada usaha mikro dengan plafon pinjaman di bawah Rp 15 juta.

KBI Denpasar sendiri terus berupaya menggenjot pertumbuhan Bank Perkreditan Rakyat di Bali sebagai salah satu mitra KKMB. Saat ini terdata 143 BPR se-Bali dan terbesar berada di Denpasar dan Badung. Peran BPR untuk mendongkrak perekonomian Bali sangat besar. Dengan menyentuh sektor informal dan formal di pedesaan, diharapkan akan lahir wirausahawan yang mandiri.

Saat ini, ada 14 bank swasta dan BUMN yang mendukung KKMB seperti BNI, Bank Mandiri, BRI, BII, Bank Buana, Lippo Bank, Bank Bukopin, PNM, BCA, BTN, Panin Bank, Bank Danamon, Bank Niaga dan Permata Bank. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Pertumbuhan kredit untuk pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sampai dengan triwulan II-2005 (posisi Juni) yang disalurkan bank umum di Bali mencapai Rp 7.597 miliar atau meningkat sebesar 7,63%. Menurut Kepala Seksi Pelaksanaan Kebijakan Moneter Kantor Bank Indonesia Denpasar, Hidayat SH, meskipun meningkat, share kredit UMKM terhadap total kredit menurun dari 87,20% menjadi 87,06%. Hal ini menunjukkan lebih cepatnya laju pertumbuhan kredit non-UMKM dibanding kredit UMKM.

Dilaporkan dari sisi sektoral, peningkatan kredit UMKM pada triwulan II 2005 dibandingkan triwulan I 2005 berasal dari hampir semua sektor kecuali sektor pertanian yang mengalami penurunan sebesar 0,02%. Penurunan kredit UMKM ke sektor pertanian berasal dari penurunan sub sektor tanaman pangan sebesar 22,34%. Hal ini disebabkan oleh kontraksi sektor tanaman pangan pada triwulan II-2005 dibanding triwulan I-2005 sebesar 2,88% karena telah selesainya musim panen yang berlangsung pada triwulan I 2005.

Kondisi agak berbeda dengan total kredit secara keseluruhan, di mana kredit ke sektor pertanian meningkat. Hal ini diperkirakan karena lebih besarnya pangsa kredit UMKM sub sektor bahan pangan terhadap total kredit UMKM sektor pertanian dibanding pangsa kredit sub sektor bahan pangan terhadap terhadap total kredit sektor pertanian sehingga penurunan kredit UMKM bahan pangan memberikan pengaruh yang lebih besar dibanding kredit secara keseluruhan.

Sementara itu, meningkatnya kredit UMKM sektor lain menunjukkan semakin percayanya perbankan terhadap pelaku usaha UMKM di Bali. Hal ini sangat baik bagi pembangunan UMKM, mengingat sektor UMKM mendominasi sektor mendominasi struktur perekonomian Bali.

Sebagian besar kredit UMKM disalurkan ke sektor lain-lain sebesar 50,19% diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 33,92%; sektor jasa dunia usaha sebesar 4,80%; sektor pertanian sebesar 3,84%; sektor industri pengolahan sebesar 3,39%; dan sektor konstruksi sebesar 1,96%.

Dari sisi penggunaan, peningkatan kredit tertinggi berasal dari peningkatan kredit konsumsi sebesar 8,98% diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 6,72% dan kredit investasi sebesar 4,82%.

Hal ini mendorong besarnya pangsa kredit UMKM konsumsi sebesar 49,68%, sedangkan pangsa kredit UMKM modal kerja dan investasi hanya mencapai 40,05% dan 10,27%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perkembangan kredit UMKM ditopang oleh kredit konsumsi. Hal ini merefleksikan kondisi riil bahwa masih banyak UMKM yang belum mendapatkan sumber dana bank. Oleh karena itu, bank umum diharapkan untuk lebih mendorong peningkatan kredit UMKM guna keperluan hal-hal yang lebih produktif yaitu untuk modal kerja dan investasi. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)


Oktober 2005
S S R K J S M
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31  

Klik tertinggi

  • Tidak ada

Tulisan Teratas

Blog Stats

  • 90.573 hits

WITA

obj=new Object;obj.clockfile="8009-red.swf";obj.TimeZone="Indonesia_Denpasar";obj.width=150;obj.height=150;obj.wmode="transparent";showClock(obj);